Berbahasa Indonesia dalam
keseharian baru Saya lakukan saat jadi mahasiwa. Itu pun karena teman-teman
kuliah Saya berasal dari seantero negeri, hampir setiap daerah ada
perwakilannya. Ada dari Sunda, Jawa, Madura, Sumatera, Batak dan juga Papua.
Ya, kemampuan berbahasa Indonesia sangat membantu lancarnya komunkasi kami,
khususnya kalau harus berbicara dengan teman-teman luar Jawa yang Saya sama
sekali tidak tahu artinya. Bahkan sesama Jawapun juga sangat beragam bahasanya.
Sebagai warga ORTEGA (baca=ORang TEgal
Asli), bahasa Saya terutama logat seringkali mengundang tawa tidak hanya
dari teman luar Jawa bahkan sesama Jawa pun juga menertawakan logat Tegal.
Orang bilang ngapak-ngapak, bahasa
yangmengandung unsur komersial karena bisa dipakai mencari uang lewat melawak
seperti yang dilakukan Parto, Cici, Kasino, dan lainnya. Sumpah, mereka bukan
sudara-saudara Saya :)
Kalau Saya yang makan bangku
sekolahan saja demikian lugunya, apalagi Emak (baca= Ibu) yang sejak lahir,
sampai beranak 12 dan bercucu tinggalnya tetep di kampung-kampung di Tegal juga.
Otomatis kemampuan berbahasa Indonesia pun nggak
nambah-nambah. Bisa praktek berbahasa Indonesia pun kalau kebetulan kampung Kami
kedatangan tamu dari Jakarta. Rasanya bangga banget bisa ‘nyambung’ ngobrol dengan mereka. Bagi Saya, bahasa
orang Jakarta itu identik dengan bahasa Indonesia.
Kebetulan keluarga saya maniak
dengan sandiwara radio. Ups, terpaksa
maniak ding coz saat itu kami belum
punya televisi. Jadinya radiolah satu-satunya hiburan bagi kami. Di antara
program radio yang jadi favorit keluarga adalah sandiwara radio yang tokohnya
Baskoro dengan adiknya bernama Damayanti…saat itu Saya masih kelas 2 SD jadi
lupa judulnya. Kalau tidak salah ingat sandiwara radio tersebut berkisah
kehidupan modern perkotaaan di Jakarta, jadi bukan cerita yang berlatar jaman
dahulu kala macam Saur Sepuh, Tutur Tinular, Mahkota Mayangkara dan lain-lain.
Para penggemar sandiwara radio, pasti tau
deh. Nah, yang paling Saya ingat waktu itu Emak seringkali mengangguk-anggukkan
kepalanya..sepertinya beliau ngerti
benar cerita di radio. Waktu itu Saya masih belum paham kata-kata dalam bahasa
Indonesia .
“ Emak..ngerti ya ? “ Tanya Saya.
“Ya iyalah…” jawab Emak saya
percaya diri.
Selang bertahun-tahun kemudian,
saat usia Saya 17 tahun (SMA kelas 2), akhirnya ‘rahasia’ Emak terbongkar juga.
Waktu itu pertama kalinya Emak akan punya menantu dan menantu pertamanya ini adalah
orang Jakarta asli. Waktu mau nganter
Mas (Kakak laki-laki) Saya melamar calon istrinya, Emak bingung luar biasa.
Bisa tebak nggak kawan? Yup, Emak bingung nanti ‘ngomong’ apa sama calon besan. Karena
harus bisa ngomong bahasa Jakarta kan,
biar nyambung.
“ lho Emak ngerti kan ngomong Jakarta..lha mbiyen waktu ngrungokna
radio ngangguk-ngangguk jarene ngerti..”*
(*” Lho, Emak tahu kan ngomong bahasa Jakarta, lha dulu waktu
ndengerin radio ngangguk-angguk katanya ngerti “)
“ ya…ngerti sih..artine wong Jakarta ngomong apa…tapi ora bisa njawab
yen ditakoni”*
(*” Ya…ngerti sih…artinya orang
Jakarta ngomong apa, tetapi nggak bisa njawab kalau ditanya “)
Emak kelihatan bingung.
“ Wislah….engko koen meneng bae ning kana ya, ben enyong bae sing
ngomong”
(*” Sudahlah…nanti disana Kamu
diam saja ya…biar Saya saja yang bicara. “)
Tegas Bapak, menghalau galau di
hati Emak. Asal kalian tahu, Bapak Saya ini ahli macam-macam bahasa lho. Ada
bahasa Tegal, bahasa Jawa Kromo, Jawa Ngoko, bahasa Sunda, bahasa Jawatimuran
dan juga…bahasa Jakarta. Yang nggak
bisa bahasa Inggris hahaha…
Hari H pun tiba, saat pertama
kalinya Emak bertemu dengan calon besannya yang orang Jakarta. Setelah
seremonial acara lamaran selesai, giliran Emak nampak bicara dengan calon besan
perempuan.
Dengan terbata-terbata Emak
bilang :
“ Maafkan Enyong ya…tidak bisa lancar ngomong
bahasa Jakartane. Cuma ngertine sethithik“
(*”Maafkan Saya ya…tidak bisa
lancar ngomong bahasa Jakarta. Cuma tahu sedikit. “)
Dengan serta merta calon besan
perempuan memeluk Emak, katanya :
“ ALHAMDULILLAH….Ibu….BISA ngomong Jakarta….??? Itu barusan Ibu ngomong lho…”
“ ALHAMDULILLAH….Ibu….BISA ngomong Jakarta….??? Itu barusan Ibu ngomong lho…”
Emak hanya tersenyum simpul…dan
Kami yang hadir dalam majelis seremoni lamaran pun terpingkal-pingkal melihat
kekikukan Emak.
===Rindu banget dengan Emak====