Waktu
SMP dulu, sebenarnya Saya pernah
‘naksir’ sama seorang temen sebut saja si A. Umumnya idola cewek adalah cowok
yang pinter, alim, jago olahraga juga kelebihan-kelebihan lainnya. Tapi justru
Saya tidak..Saya malah naksir si A yang bandelnya gak ketulungan, super cuek
dan tukang terlambat. Ini kali ya..yang namanya cinta monyet, ups…nggak mau ah, lha wong Saya bukan
monyet. Lebih tepat cinta pertama. Cinta ? apa pula artinya..kayaknya nggak pas juga istilahnya. Tetapi yang
jelas, itu kali pertama Saya merasa tertarik dengan seorang laki-laki. Untungnya
Saya terlalu pemalu untuk menunjukkan rasa suka pada si A. Jadinya perasaan
suka (lebih tepatnya tertarik) Saya simpan rapat-rapat. Tak satupun orang yang
tahu, kecuali Saya sendiri dan juga Anda tentunya yang membaca kisah Saya ini.
Waktu itu…Saya belum paham, kalau dalam Islam memang pacaran itu dilarang.
Sampai lulus SMP, perasaan itu masih tersimpan rapat sampai hilang dengan
sendirinya. Karena kebetulan Saya dan si A tidak satu SMA.
Jaman
SMA, lagi-lagi juga Saya pernah naksir seorang teman (sebut saja si B) yang
usilnya minta ampun…dia sering banget
ngusilin Saya. Anak yang super jail
di kelas. Sehari saja tidak masuk kelas, sudah pasti kelas terasa sunyi senyap.
Walau begitu diem-diem Saya menaruh
hati sama si B. Mungkin di mata temen-temen
akrab Saya waktu itu, Saya nampak aneh…wanita yang frigid alias dingin alias nggak
doyan laki-laki…secara tampilan Saya memang jauh..dari sosok feminin. Mungkin
kalau seragam sekolah bebas (tidak harus pake rok), Saya bakal milih pakai
celana. Saya juga paling nggak bisa
dandan layaknya cewek pada umumnya yang selalu tampil cantik dan menarik. Jelas
saja dengan tampilan Saya yang ala kadarnya, sudah pasti juga kayaknya temen laki-laki
Saya juga nggak bakalan naksir kalau lihat tampilan Saya yang nggak ayu untuk ukuran cewek.
Eits,
jangan salah. Saya manusia normal Bung…Saya
tetaplah wanita dengan segala kodratnya. Layaknya wanita normal lainnya, Saya
juga cukup tergetar saat tidak sengaja beradu pandang dengan Si B. Untungnya…Saya
bisa menyembunyikan perasaan Saya dengan rapi. Mungkin perasaan ini muncul karena
sebenernya Saya dan si B juga
sama-sama jail di kelas. Jadi
interaksi kami lebih intens. Bener banget pepatah Jawa bahwa : witing tresno, jalaran soko kulino
ledek-ledekan and jail-jailan ini lebih tepatnya untuk ‘kasus Saya’. Sebenarnya
saya juga belum bisa mendefinisikan rasa Saya terhadap si B. Entahlah..yang
pasti, Saya merasa normal sebagai wanita saat berhadapan dengan si B. Mendadak Saya
jadi salah tingkah, malu dan kikuk…untung banget..lagi-lagi
temen akrabku pun nggak ada yang tahu. Pun juga si B..dan Saya
pun juga tidak terlalu perduli dengan perasaan si B saat itu.
Pembawaan
yang cenderung maskulin mungkin lebih karena pengaruh keluarga besar Saya. Harap
maklum Saudara-saudara, Saya ini adalah adik dari 5 kakak laki-laki. Sedikit
banyak sifat kelaki-lakian ada pada diri ini. Masih kuingat, betapa kakak
pertamaku akan marah besar melihat adik perempuannya berdandan ala perempuan.
Padahal memang adiknya perempuan. Melihat bandana menghias manis di rambutku
saja, Kakak langsung merebutnya. Tidak sekedar direbut, tetapi juga..dipatahkan
! Kata kakak itu cewek yang pake
bandana itu tandanya cewek centil, dan dia paling..tidak suka. Walhasil dandanan
ala Saya yang paling mutakhir hanya mengikat rambut jadi satu dengan ikatan
rambut yang biasa…banget, bukan
ikatan rambut yang bentuknya indah dan lucu. Itu saja tidak lebih, tidak ada polesan
kosmetik sedikitpun bahkan bedak saja tidak punya. Sampai-sampai guru waktu SMP
pernah berpesan, waktu Saya akan bertanding mewakili sekolah untuk Lomba Cerdas
Tangkas (LCT)-P4 tingkat provinsi di Semarang dulu…” jangan lupa pupuran (baca: bedakan) ya..” padahal bedakpun
memang tidak punya. Saya pun tampil apa adanya di lomba mewakili sekolah waktu
itu…dan…foto hasil jepretan guru untuk mengabadikan lomba tersebutpun nampak
buram..gara-gara wajah polos Saya J
he2…masa bodohlah.
Karena
pengaruh kakak-kakak Saya itulah, Saya sangat tidak suka dengan gaya kemayu
perempuan apalagi yang sedikit-sedikit menangis alias cengeng. Tetapi, Saya ini
temen yang asyik buat curhat lho…Saya pendengar yang cukup
baik. Sudah sangat sering temen-temen
SMA-ku waktu itu curhat tentang perilaku pacar-pacar mereka. Dalam pandangan Saya
waktu itu..betapa ruginya orang yang pacaran. Rasanya rugi saja, memikirkan
‘pacar’ yang belum tentu juga mikirin
kita (maksudnya pacarnya, bukan Saya). Kalau ada yang bilang, pacaran buat
nambah semangat belajar..ah, menurut Saya itu juga bohong besar. Temen Saya
malah yang pacaran satu kelas (kalau istilahnya biologinya in breeding) dua-duanya malah HER FISIKA..apa nggak malu? Kalau Saya ogah
deh…
Saat
jaman SMA pun, Saya masih belum paham hukum Islam masalah pacaran. Saya bahkan sempet-sempetnya bikin cerpen untuk mading kelas, ngomporin orang buat pacaran. Masih inget dengan jelas, judul cerpen Saya waktu itu “Wo Ai Ni” cerpen yang
berkisah ‘penembakan’ cowok kepada cewek supaya resmi jadian pake bahasa mandarin yang artinya ai lop yu (hm, paham kan maksudnya?). Ini adalah cerpen Saya yang
pertama dan terakhir sampai akhirnya Saya memahami Islam yang sebenarnya. Mudah-mudahan
kisah yang Saya tulis ini menebus cerpen yang Saya tulis waktu itu. Saya memang
memilih tidak pacaran karena dalam pandangan Saya pacaran itu banyak ruginya
dan buang-buang waktu. Sikap yang belakangan baru Saya syukuri waktu kuliah.
Saat saya bener-bener paham bahwa menolak
pacaran nggak sekedar karena banyak
ruginya, tetapi pacaran memang tidak diridhoi Allah SWT alias diharamkan.
Perasaan Saya terhadap si B pun
perlahan mulai terkikis seiring dengan sibuk dan padatnya aktifitas sekolah. Penyebab
lain Saya melupakan rasa terhadap si B, karena di kelas III Alhamdulillah Saya
sudah mulai belajar menutup aurat. Mulai kelas III SMA, Saya sudah berkerudung
meskipun belum sepenuhnya istiqomah. Rasanya nggak pantas saja cewek berkerudung pacaran, berpikirpun tidak. Tetep saja, Saya masih belum paham hukum
pacaran meski sudah berkerudung. Karena berkerudung pun sekedar kerudungan saja
tidak disertai keinginan belajar Islam lebih dalam. Berkali-kali Saya menolak
ajakan temen yang aktif di Rohis buat
ikut kajian mentoring di sekolah. Saya hanya belajar dan belajar supaya bisa
lulus dengan nilai memuaskan. Untungnya juga di kelas III Saya dan si B beda
kelas. Saya masuk IPA, dia di IPS. Kelas IPA sangat padat jadwalnya, PR juga
banyak..rasa-rasanya nggak sempet bagi Saya untuk memupuk rasa
apalagi sampe ‘pacaran’. Saya cukup
tahu diri, Saya harus belajar keras supaya bisa masuk universitas negeri
selepas SMA nanti. Dengan kondisi keluarga Saya, tidak mungkin rasanya memilih
kuliah di swasta yang biayanya selangit. Alhamdulillah, Saya pun terdampar di
kampus yang sering dijuluki juga Institut Pesantren Bogor.
Masa-masa jadi mahasiswa baru,
banyak penyesuaian yang harus Saya lakukan. Saya tentu tak ingin ketinggalan
dibandingkan dengan temen-temen baru Saya. So, belajar pun menjadi menu keseharian
Saya sebagai awal menguji prestasi di dunia mahasiswa. Alhamdulillah, di
semester pertama Saya bisa meraih IPK tertinggi di Jurusan Saya. Berprestasi di
tempat baru sebenarnya juga strategi saya mencari teman. Dengan prestasi ini,
Saya tak harus repot berkenalan kesana kemari mencari teman. Mereka datang
dengan sendirinya, bertanya tentang Fisika, belajar bersama Pengantar
Matematika juga diskusi tentang Kimia.
Mulai mengenal teman-teman
sejurusan, penyakit lama Saya kambuh lagi. Ups,
penyakit ini sebenarnya bukti bahwa Saya ini adalah wanita normal alias bukan
abal-abal he2. Singkat cerita, di jaman mahasiswa pun (masih tingkat satu
semester II) Saya juga naksir temen cowok (sebut saja si C). Tidak jauh berbeda
dengan pengalaman jatuh cintrong
sebelumnya dengan si A, dan Si B…selera pun masih sama. Ya si C ini, juga sosok
yang luar biasa cuek..entahlah..Saya selalu tertarik dengan orang model
begini. Sebenernya perasaan ini menyiksa
bagi Saya. Membuat Saya tidak nyaman dan terganggu sekali. Sebisa mungkin rasa
ini harus hilang. Saya pun mulai ikut organisasi yang ada di kampus.
Kegiatan yang pertama kali saya
ikuti waktu itu adalah menjadi peserta acara Pesantren kilat yang bertajuk
BUNGA DAKWAH (Buku Ngaji dan Dakwah). Di salah satu materi yang disampaikan
mbak-mbak yang selalu menentramkan…pas..banget dengan suasana hati Saya. Yup, materinya tentang mengelola rasa
cinta…rasa yang sangat mengganggu Saya. Saya sungguh tertohok saat mendengar
kutipan ayat QS. At Taubah Ayat 24 dibacakan Mbak Nisa waktu itu :
“Katakanlah
: `Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,
dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.` Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang fasik” [TQS.At Taubah(9):24].
Mendengar penjelasan ayat ini, tambah
membuat hati Saya mengkerut karena
takut. Bagaimana tidak, pada ayat ini Allah memberikan peringatan bahwa jika
orang-orang yang beriman lebih mencintai bapak-bapaknya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya, istri-istrinya, kaum keluarganya, harta kekayaannya,
perniagaannya dan rumah-rumahnya daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya serta
berjihad menegakkan Asma-Nya, maka biarlah mereka berbuat demikian sampai
datang saatnya, bahwa Allah akan mendatangkan siksa kepada mereka cepat atau
lambat, mereka yang bersikap demikian itu adalah orang-orang fasik yang tidak
akan mendapat hidayah dari Allah SWT. Ayat ini memberikan peringatan sebagai
berikut :
1. Bahwa cinta anak
terhadap bapak adalah naluri yang ada pada tiap-tiap diri manusia. Anak sebagai
keturunan dari bapaknya adalah mewarisi sebagian sifat-sifat dari tabiat-tabiat
bapaknya.
2. Bahwa cinta bapak
kepada anaknya adalah naluri juga, bahkan lebih mendalam lagi karena anak
merupakan jantung hati yang diharapkan melanjutkan keturunan dan meneruskan
sejarah hidupnya. Dalam hal ini bapak rela menanggung segala macam pengorbanan
untuk kebahagiaan masa depan anaknya.
3. Bahwa cinta
kepada saudara dan karib kerabat adalah suatu cinta yang berjalan dalam rangka
pelaksanaan hidup dan kehidupan tolong-menolong, bantu-membantu dan
bela-membela baik kehidupan rumah tangga maupun kehidupan bermasyarakat. Cinta
yang demikian itu akan menumbuhkan perasaan hormat-menghormati dan
sayang-menyayangi.
4. Bahwa cinta suami
istri adalah cinta yang terpadu antara dua jenis makhluk yang akan membina
keturunan dan membangun rumah tangga untuk kebahagiaan hidup dan kehidupan
dalam dunia dan akhirat. Oleh karena itu keutuhan hubungan suami istri yang
harmonis menjadi pokok bagi kerukunan dan kebahagiaan hidup dan kehidupan yang
diidam-idamkan.
5. Bahwa cinta
terhadap harta dalam segala jenis bentuknya baik harta usaha, warisan,
perdagangan maupun rumah tempat tinggal dan lain-lain adalah cinta yang sudah
menjadi tabiat manusia. Semua yang dicintai merupakan kebutuhan yang tidak
dapat terpisahkan bagi hidup dan kehidupan manusia yang diusahakannya dengan
menempuh segala jalan yang dihalalkan Allah SWT.
Adapun cinta
kepada Allah SWT maka wajib didahulukan daripada segala macam cinta tersebut di
atas karena DIA-lah yang memberi hidup dan kehidupan dengan segala macam
karunia-Nya kepada manusia dan DIA-lah yang bersifat sempurna dan Maha Suci
dari segala kekurangan.
Begitu juga cinta
kepada Rasulullah SAW haruslah lebih dahulu diutamakan pula karena Rasulullah SAW
itu diutus Allah SWT untuk membawa petunjuk dan menjadi rahmat bagi alam
semesta. Firman Allah : “Katakanlah: Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.” (TQ.S. Ali Imran: 31). Rasulullah juga bersabda :
“ Tidaklah sempurna iman salah seorang
kamu sebelum ia mencintai aku lebih dari mencintai orang tuanya, anak anaknya
dan manusia seluruhnya. “
(H.R. Bukhari, dan Muslim dari Anas).
(H.R. Bukhari, dan Muslim dari Anas).
Sederhananya,
urut-urutan rasa cinta dari yang pertama sampai terakhir adalah : cinta kepada
Allah, Rasulullah, jihad dan dakwah, baru cinta kepada bapak, ibu,
saudara-saudara, kerabat dekat, suami ataupun istri dan cinta terhadap harta
yang merupakan tabiat manusia biasanya. Lalu ada dimana posisi rasa cinta
terhadap pacar? Kawan, lihatlah dan renungkanlah penjelasan QS. At Taubah ayat
24 tersebut di atas. Resapilah penjelasannya sampai ke relung-relung hatimu
yang terdalam dan berpikirlah dengan jernih. Niscaya, engkau akan merasakan
persis seperti apa yang kurasakan saat itu. Jika rasa cinta yang jelas-jelas
dibolehkan antara ayah dan anak, anak dan orang tua, suami dan istri, juga
terhadap harta dengan kadar cinta yang lebih dibandingkan rasa cinta terhadap
Allah dan RasulNya maka sungguh kita akan tergolong orang-orang yang fasik.
Apalagi rasa sukamu, rasa ‘cinta’mu kepada lawan jenis alias pacar? Sungguh
Saya sendiri tidak tahu, masuk golongan yang mana. Mungkin golongan yang jelas-jelas
sangat fasik. Astagfirullahal adzim.
Ampuni hambaMu ini, ya Rabb..mudah-mudahan Saya bukanlah orang yang terlambat
untuk bertobat. Alhamdulillah, hidayah BUNGA DAKWAH sungguh Saya syukuri. Saya tak akan lagi galau apalagi melow
lantaran bingung nggak punya pacar.
Setelah memahaminya, Saya bertekad tak akan ada lagi si D, si E, apalagi si Z
orang-orang yang akan Saya taksir berikutnya. Jika saatnya tiba, ketika Saya
siap untuk menikah maka yang Saya cari adalah laki-laki sholeh yang akan
menjadi suami Saya.
Kawan, rasa
tertarik terhadap lawan jenis sebenarnya normal-normal saja. Yang tidak normal
adalah kalau kamu sampai suka dan tertarik dengan sesama jenismu sendiri. Orang
bilang jeruk kok makan jeruk, Hiy…apa
jadinya ya ? Alhamddulillah, Allah sungguh menyayangi kita hamba-hambaNya.
Tidak dibiarkanNya rasa itu tumbuh liar tanpa arah. Allah memberikan
aturan-aturan yang jelas tentangnya. Bukan kayak ayam jagomu ya…yang maen embat…lihat ayam betinamu nampak
cantik dan menarik. Ya…jangan mau disamain
dong? Ayo menej dan kelola rasamu
terhadap lawan jenis. Kamu toh tak
akan mati kalau nggak pacaran, so apa yang mesti kamu khawatirkan?
Waspadalah,
Kawan. Rasa tertarikmu terhadap lawan jenis akan muncul karena adanya persepsi
dan fakta. Kalau dalam persepsimu Si Doi
adalah sosok yang alim, menarik, jago olahraga dan segala rupa pesonanya…buang
jauh-jauh..karena persepsimu pun juga belum tentu benar. Kamu juga tidak perlu
selalu bersama-sama dengan Doi. Kalau
Doi (sebagai fakta) selalu ada
bersamamu kemanapun kamu pergi, yakin deh…lama-lama kamu jadi simpati, empati,
ujung-ujungnya kalau mau jujur kamu bakalan naksir juga. So, bertemanlah dengan
sesama jenis saja. Mereka juga nggak
kalah asyik kok diajak diskusi, belajar atau makan bakso bareng dan yang
pasti…karena lebih aman dan nyaman bagimu. Sudah waktunya untuk Katakan TIDAK
pada PACARAN. Tak usah khawatir dengan jodoh di masa depan. Ingat dan yakin saja
dengan janjiNya :
“Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (TQS. Ar Ruum : 21).
Mau bukti ?
Saya contohnya….:) Pacaran, Nggak…deh…Ya.
No comments:
Post a Comment