Emak, ijinkan aku
menulis tentangmu…
Emak, kau sungguh luar biasa… Kau begitu sabar mengasuh, membesarkan 12 anakmu termasuk aku. Dengan kondisi ekonomi seadanya, kau bekerja keras demi kami semua anak-anakmu. Meski engkau tak sempat mengenyam pendidikan sekalipun, tekadmu sungguh kuat menyekolahkan kami hingga sampai pendidikan tingkat atas. Alhamdulillah engkau boleh tersenyum sekarang, sudah ada 8 sarjana dari anakmu2, menyusul calon sarjana 2 anakmu yang bungsu. Bahkan 2 anakmu yang lain saat ini juga berkesempatan menempuh pendidikan master.
Bukan persoalan mudah tentunya bagimu berjuang menyekolahkan kami. Di saat orang-orang sekampung mengirim anak-anaknya menjadi pekerja di ibukota engkau bahkan menyuruh kami tetap maju belajar. Karenamu, kami berani bercita-cita tinggi. Saat teman-teman SDku dulu kebingungan saat ditanya guru tentang cita-cita, dengan mantap anakmu menjawab menjadi seorang insinyur pertanian dan bahkan sejak SD pun sudah terbayang kelak kuliah nanti di Institut Pertanian Bogor. Tak terpikir sedikitpun untuk ukuran tingkat ekonomi keluarga, bisa jadi cita-citaku sebatas mimpi di siang bolong. Tetapi karena kegigihanmulah, kami anak-anakmu berani bermimpi. Menjadi orang yang sukses dengan bekal pendidikan tinggi. Alhamdulillah mak, cita-cita masa kecilku terkabul sudah.
Keterbatasan bukanlah penghalang, itulah yang engkau ajarkan kepada kami. Bahwa hidup haruslah optimis, pantang menyerah dan putus asa. Allah Sang Maha Pengasih tak akan mungkin menyia-nyiakan hamba-Nya yang gigih berusaha dengan rasa tawakkal yang tinggi. Terbayang suatu masa ketika pengumuman USMI (undangan seleksi masuk ipb) menyebut namaku sebagai salah satu yang beruntung masuk IPB tanpa tes, begitu berseri-serinya hatiku saat itu. Cita-cita terbayang di depan mata. Bahkan aku tak berpikir sedikitpun masalah biaya, biaya spp, biaya hidup dll yang tentu saja tidak murah. Sementara aku masih punya 5 adik yang juga masih sekolah. Dengan optimisme yang tinggi, kau tersenyum menyambut kabar gembira itu. “Bismillah…teruslah sekolah, Allah pasti kasih jalan keluar…” begitu kata2mu menyingkirkan keragu2an yang mulai menghampiri Bapak saat memikirkan masalah biaya kuliahku nanti.
Meski dengan uang
pinjaman orang terkaya di desaku..Alhamdulillah aku bisa kuliah di kampus yang
kuimpikan sejak SD dulu...belakangan baru kutahu, hutang itu lunas
sesaat menjelang wisudaku. Subhanallah…meski banyak cibiran para tetangga dan
kucilan dari keluarga besar. Engkau tetap maju melangkah membela anak-anakmu.
Emak, mungkin aku tak terlalu pandai membalas segala pengorbananmu…semasa sekolah dulu, kucoba berusaha berprestasi..menjadi juara kelas semata-mata supaya melihat senyum-mu saat kuangsurkan rapot tiap kali kenaikan kelas. Meski yang menikmati pujian langsung saatku berprestasi adalah bapak, karena engkau memang tak pernah mengambilkan rapotku di sekolah. Meski kau tak paham angka-angka di rapot, senyum-mu yang mengembang membahagiakanku. Hanya itu yang bisa kulalukan demi menghapus keringat yang mengucur karena kerja kerasmu.
Emak, seperti yang
sering engkau katakan kepada kami anak-anakmu bahwa tak sedikitpun balas budi
kau harapkan dari kami…kami akan berusaha memenuhi harapanmu..menjadi
anak-anakmu yang shalih dan shalihah…agar kita selalu terhubung melalui doa-doa
yang kami panjatkan untukmu…untuk kenyamananmu di masa penantian…semoga Allah
memberikan tempat terindah bagimu..berkumpul bersama dengan orang-orang
shalih..diampunkan segala dosa-dosa di dunia, diterima semua amal baikmu..dan
agar Allah Ta’ala berkenan mengumpulkan kita kembali di syurgaNya yang abadi.
Amin ya Rabbal Alamiin.