Istilah hijab mulai tenar akhir-akhir ini
apalagi dengan lahirnya Hijabers
Community pada 27 November 2010 yang lalu, hampir bisa dipastikan
pengikutnya/followernya banyak sekali
bahkan mencapai ribuan di setiap daerah. Umumnya mereka yang tergabung dalam hijabers community adalah para muslimah
(sudah pasti dong ya) yang tidak mau ketinggalan fashion, jadi tetep bisa gaya,
juga trendi karena mengikuti perkembangan mode terkini. Menurut mereka berjilbab
tak harus membuat mereka nampak kuno, kolotan, udik, kumuh, kampungan dan kesan
buruk lainnya. Komunitas yang digawangi Dian Pelangi kian hari kian populer
saja.
Di satu sisi, secara pribadi saya
bersyukur karena hijab mulai diterima masyarakat luas, tidak lagi dipandang
sebelah mata. Berbeda sekali dengan yang terjadi di awal tahun 80an, saat itu
muncul gerakan massif yang mengajak muslimah Indonesia menutup aurat dengan
jilbab. Saat itu muslimah yang berjilbab akan dipandang sebagai orang aneh,
dicurigai sebagai anggota aliran sesat dan lain sebagainya. Bahkan yang masih
berstatus sebagai mahasiswa maupun pelajar, maka harus rela dengan ancaman
pilihan dikeluarkan dari sekolah karena berjilbab atau tetap di sekolah tetapi
melepas jilbab. Benar-benar pilihan yang menguji iman. Di sisi lain dengan
banyaknya muslimah berhijab, ada sedikit rasa kekhawatiran saya jika memakainya
hanya sekedar karena ikut-ikutan saja. Hanya karena sedang tren saja tanpa
diiringi dengan ilmu dan pemahaman yang benar mengenai masalah ini. Allah SWT
sudah memperingatkan kita bahwa : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.
(TQS.Al-Isra’:36).
Bisa jadi memakai hijab adalah awal
yang baik, jika diiringi dengan semangat mengkaji untuk memperdalam pemahaman
agama. Agar apa yang dilakukan (termasuk
berhijab) memang ada landasan syar’inya. Bukan lantaran latah dan alasan fashionable maupun alasan lainnya, memakainya
memang lantaran memenuhi perintahNya.
Setidaknya ada tiga hal yang harus
dipahami seorang muslimah terkait dengan hijab : pertama, pemahaman mengenai
aurat wanita; kedua, pemahaman mengenai kehidupan khusus dan ketiga, pemahaman
mengenai kehidupan umum.
Pertama,
terkait dengan aurat wanita Allah SWT berfirman : “ Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung “ (TQS. An-Nuur:31).
Dalam hal, aurat wanita dibedakan
menjadi dua : aurat wanita di hadapan wanita dan mahramnya dan aurat wanita di
hadapan lelaki bukan mahram. Untuk wanita dan mahramnya, jelas sekali dalam
ayat tersebut wanita hanya diperbolehkan menampakkan anggota badan tempat
perhiasan seperti rambut, ia adalah tempat perhiasan, maka boleh ditampakkannya
(kepada wanita dan mahramnya). Begitu juga leher dan dada bagian atas adalah
tempat perhiasan, maka boleh ditampakkannya. Demikian juga telapak tangan, dan
betis serta betis yang biasa diberi gelang kaki, maka boleh ditampakkan. Sedangkan
aurat wanita di hadapan lelaki bukan mahram, sangat jelas bahwa wanita hanya
boleh menampakkan apa yang biasa nampak darinya yakni muka dan kedua telapak
tangan. Senada dengan ini Rasulullah SAW juga bersabda kepada Asma` binti Abu
Bakar : ‘‘Wahai Asma` sesungguhnya
seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya
menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak
tangannya’’ (HR. Abu Dawud).
Kedua, memahami
tentang kehidupan khusus yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama
mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi, atau tempat kost. Dalam
kehidupan khusus, aturan tentang aurat juga berlaku baik wanita di hadapan
sesama wanita dan mahramnya, maupun jika ada lelaki asing (non mahram) yang
bertamu kepadanya. Adapun bentuk/model pakaian tidak ditentukan secara mutlak
asalkan memenuhi syarat menutup aurat yakni tidak tipis dan transparan, mampu
menutupi warna kulit dengan baik. Jadi mau memakai daster, baby doll, padanan rok dan kaos atau celana panjang dengan kaos
juga tak jadi soal asal memenuhi syarat bisa menutup aurat dengan baik.
Ketiga, memahami
kehidupan umum yakni tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota
masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus,
dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari
jilbab dan khimar. Perlu dipahami bahwa
jilbab dan khimar adalah dua hal yang berbeda, keduanya berasal dari bahasa
arab. Maka untuk mengetahui maknanya kita harus merujuk kepada makna dalam bahasa
arabnya. Jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi”
(pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang
dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah”
(pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita). Jadi jelaslah,
bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala
sampai bawah) (Arab : milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di
bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam)
lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Sedangkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja
yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang
baju di dada. Jilbab dan khimar dikenakan muslimah jika ingin keluar dari
rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju
kehidupan umum. Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini,
karena firman Allah SWT mengenai khimar/kerudung : ‘’Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.’’ (TQS
An Nuur : 31). dan karena firman Allah SWT mengenai jilbab : ‘‘Wahai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:
‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.’’ (TQS Al Ahzab : 59).
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan
pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah
RA, bahwa dia berkata : ‘Rasulullah SAW
memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu
‘Athiyah berkata,’Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?” Maka
Rasulullah SAW menjawab: ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!’(Muttafaqun
‘alaihi). Hadits ini mempertegas kewajiban berjilbab, bahwa jika seorang wanita
tak punya jilbab –untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)—maka dia
harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya
Nabi SAW tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.
Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh
potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki,
hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : “Barang siapa yang melabuhkan/menghela
bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat
nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan
ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi SAW menjawab, ’Hendaklah
mereka mengulurkannya sejengkal. Ummu Salamah menjawab,’Kalau begitu, kaki-kaki
mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, Hendaklah mereka mengulurkannya
sehasta dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” (HR. At-Tirmidzi Juz
III, hal. 47; hadits sahih).
Dengan memahami ketiga hal tersebut di
atas, Insya Allah kita tidak akan salah memahami tentang hijab. Secara
ringkasnya menurut saya sebenarnya tampilan muslimah sehari-hari ketika keluar
rumah tidak lepas dari formula 4 in 1 yakni memakai 4 lapis busana/pakaian
sebagai penyempurna hijabnya. Lapisan pertama adalah pakaian dalam (yakni ‘pakaian
dalam’ wanita dalam arti sebenarnya), lapisan kedua adalah baju rumahan (yang
menutup auratnya dalam kehidupan khusus), lapisan ketiga adalah jilbab (baju
terusan/gamis sebagai pakaian terluar wanita dalam kehidupan khususnya) dan
lapisan keempat adalah disempurnakan dengan khimar alias kerudung yang dipakai
hingga menutup dadanya.
Wallahua’lam
bishshawab.
Sumber Pustaka :
1. Ustadz M. Shiddiq
Al Jawi Jilbab dan khimar, Busana Muslimah dalam Kehidupan
Umum, Friday, 09 September 2005 http://khilafah1924.org
2.
http://analisis.news.viva.co.id/news/read/237510--berjilbab-bukan-berarti-kampungan-
4. Ustadz
Abu Isma’il Muslim Al-Atsari, Bahaya Bicara Tanpa Ilmu, www.muslim.or.id
6.
Wikipedia.or.id. Hijab. [diakses 18 Januari 2013]
wah isinya berbobot ya Mbak :)salut deh
ReplyDelete