Friday, February 15, 2013

Jilbab Seratus Persen



Pagi itu temen-temen di kelasku heboh khususnya temen-temen cowok. Selidik punya selidik kehebohan mereka bersumber dari sebuah berita mengejutkan. Yup, Dewi namanya sang idola sekolah juga anggota paskibra di SMU-ku tercinta. Hari itu dia tampil tidak seperti biasanya…dia berjilbab saudara-saudara ! Aku juga sampai pangling dan terbengong-bengong.. kupikir ada anak baru. Tak ada lagi gerai kemilau rambutnya nampak di mata kami, juga kulit putih mulusnya yang bisa dilihat dari jarak sekian dan sekian. Yang paling merasa dirugikan dan kesal tentu saja para cowok…apalagi temen-temen sekelasku. Pasalnya mereka itu ternyata punya kebiasaan ‘unik’. Kebetulan kelasku dan kelas Dewi bersebelahan. Ada pintu penghubung di dalam kelas yang menghubungkan kelasku dan kelasnya..dan seperti kebanyakan pintu pada umumnya, di pintu penghubung itu ada lubang kunci yang bisa dimanfaatkan temen-temen cowok di kelasku buat melaksanakan kegiatan ‘unik’ mereka. Ternyata mereka suka ngintip ! dan…Dewi termasuk salah satu korban kejahilan teman-temanku ini...karena Dewi memakai jilbab, otomatis para cowok juga rada sungkan godain Dewi…sekitar tahun 1997 waktu itu yang memakai jilbab di sekolahku masih bisa dihitung dengan jari dan mereka itu orang-orang pilihan yang tidak diragukan lagi ke-alim-annya…dan aku, masih sama dengan hampir kebanyakan siswa lainnya. Belum berjilbab !
“ Lalu kamu sendiri kapan pake jilbab kaya Dewi ? “ deg…pertanyaan sindiran dari salah satu teman cowok di kelasku.
“ Belum tahu ya…aku ini orangnya paling gak tahan dengan panas. Nanti kalo aku pake jilbab, keringatku pasti menetes kemana-mana bahkan mengalir deras mungkin. “ elakku sambil mulai mikir.
“ Hm…gitu ya ? lalu lebih panas mana, panasnya dunia atau panasnya NERAKA ? “
Perkataan temanku yang mulai menggangu, memaksaku merenungkan ucapannya siang itu. Sampai…sepulang sekolah aku bertemu Siti, temanku satu SMP yang juga teman satu SMA denganku. Hanya saja, kelas kami berbeda. Lagi-lagi aku dibuatnya terkejut…ternyata Siti sudah berjilbab juga !.
“ Lho…kok ? “ “Bukannya kita janji mau make sama-sama nanti di kelas tiga ? “
“ Setelah dipikir-pikir…keputusanku sudah bulat. Memakai jilbab sejak sekarang. Kita kan nggak pernah tahu kapan Allah SWT memanggil kita. “
Kedua kalinya aku tersindir…Mungkin ini cara Allah SWT mengingatkanku. Memang, seminggu sebelumnya Kakak kelasku salah satu pengurus OSIS di SMU-ku meninggal karena kanker otak. Benar sekali kata temanku tadi bahwa maut itu bisa kapan saja menjemput, jadi sebisa mungkin sebelum maut itu datang, semua kewajiban-kewajiban yang Allah perintahkan sudah kita tunaikan.
Sebenarnya saat itu kewajiban menutup aurat bukan hal yang asing bagiku. Kebetulan kakak kandungku Mas Miftah semenjak nyantri di Pesantren Persis Tasikmalaya, setiap kali mudik liburan sekolah, pasti dia tak henti-henti nyeramahin kami adik-adiknya termasuk aku mengenai kewajiban muslimah yang satu ini. Banyak sekali alasanku waktu itu…yang utama memang karena aku ini sangat tidak tahan udara panas. Kalau udara panas biasanya banjir keringat, bener-bener sangat tidak nyaman. Dalam bayanganku waktu itu, panas-panas berjilbab pasti nggak enak banget…ungkep istilah orang jawa. Kayak mandi sauna gitu deh.
Walau dengan banyak pertimbangan dan waktu yang ditunda-tunda, Alhamdulillah Allah masih memberiku kesempatan hidup. Akhirnya kuputuskan mulai berjilbab saat mengawali ajaran baru di kelas III SMA. Dan ternyata bayanganku bakal lebih kepanasan karena memakail jilbab, ternyata enggak tuh..justru adem rasanya.
Dengan pemahaman memakai jilbab alakadarnya. Berjilbab alias berkerudung kupikir sama saja, itu pun hanya ke sekolah saja. Tetapi kalau lagi di rumah ketemu tetangga, saudara jauh, kadang-kadang jilbab kupakai kadang juga tidak. Kupikir itu boleh-boleh saja alias tidak berdosa. Bahkan kalau kata temenku yang juga berjilbab ke sekolah, di rumah kalau pas lagi beli bakso sama tukang bakso keliling, dengan santainya dan wajah tanpa dosa keluar rumah beli bakso tanpa kerudung di kepala, berpakaian ala kadarnya. “ Tukang baksonya sudah aku anggap mahram, aku nggak mungkinlah nikah sama dia “ Nah Lho ? sebenarnya pemahamannya setingkat di atasku, tentang mahram aku malah tidak tahu apa-apa…sayangnya pemahaman tentang mahram, dia manipulasi.
Itu….dulu…kawan, waktu aku memahami jilbab sama dengan kerudung. Alhamdulillah, Allah memberiku kesempatan mengenyam ilmu di bangku kuliahan. Di IPB-ku tercinta, baru kutahu ternyata jilbab dan kerudung mempunyai arti yang berbeda. Jilbab berasal dari kata dalam bahasa arab, artinya pakaian yang luas seperti terowongan, tidak terpotong, tebal, tidak transparan, dipakai muslimah ketika keluar rumah. Jadi jilbab adalah pakaian terluar muslimah, karena menutupi pakaian yang biasa dipakai di dalam rumah seperti daster, celana panjang dan kaos, atau rok dan kaos. Sedangkan kerudung itu bahasa Indonesia, bahasa arabnya adalah khimar. Dipakai untuk menutupi aurat di atas kepala hingga ke dada. Seperti  tercantum  di  QS.  An-Nur : 31, “ Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung “ (TQS. An Nuur :31).
Sedangkan tentang jilbab silahkan dibuka Al qurannya, lihat QS. Al Ahzab :59  “ Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (TQS. Al Ahzab :59).
      Jilbab dan kerudung memang berbeda…tetapi, keduanya sama wajibnya. Jilbab dan kerudung adalah identitas muslimah yang paling jelas. Mungkin ada di antara anda yang punya teman berwajah chinesse atau keturunan bule, kalau sekilas dilihat mungkin anda menduga dia seorang non muslimah. Tapi, jika dia berjilbab menutup aurat dengan sempurna pasti semua yakin kalau dia itu muslimah. Tak peduli wajah bule, Indonesia, melayu, asia bahkan negro sekalipun jika dia berjilbab rapi dan syar’ie sebagaimana aturan Allah, bisa dipastikan dia seorang muslimah.
      Alhamdulillah dengan berjilbab sempurna, aurat lebih terlindungi dan terjaga. Seringkali orang-orang di sekitarku bertanya : lulusan pesantren mana Mbak ? agak jengah juga dengan pertanyaan tersebut, kesannya yang wajib berjilbab itu hanya anak pesantren saja. Tetapi aku anggap saja, berarti citra pesantren masih terjaga, bahwa pesantren masih diakui tempatnya orang-orang yang taat agama salah satunya dengan berjilbab dan berkerudung. Tak jarang juga orang-orang menyapaku dengan sebutan Bu Hajjah, Alhamdulillah kuaminkan dalam hati semoga Allah SWT berkenan memampukanku melaksanakannya.
Dengan jilbab seratus persen (faham secara syar’ie) aku tak khawatir dengan dunia fashion yang mudah sekali berubah-ubah termasuk juga dunia fashion muslimah, yang terkadang orang latah mengikuti model atau fashion yang sebenarnya sangat tidak syari’e seperti fenomena jilbab/kerudung gaul atau gaya hijabers yang sedang marak belakangan ini. Hal yang juga kusyukuri setelah berjilbab sempurna, aku secara tidak langsung menjadi contoh bagi putriku yang sejak dini kuajari untuk menutup aurat. Anak kecil biasanya mudah meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Ada satu kejadian menarik, waktu itu pintu rumahku diketuk. Suara salam dibalik pintu sangat jelas menandakan kalau tamuku adalah seorang pria, Bapak Pengurus RT yang hendak menagih iuran bulanan RT. Kujawab salam si Bapak dengan buru-buru berjilbab menutupi baju rumahku saat itu dan juga berkerudung. Ternyata Farras putriku ikutan heboh melihat Umminya : “ Ummi…dung-dung…” sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. Awalnya aku tidak tahu apa itu “ dung-dung “ yang ternyata maksudnya kerudung. Sampai nangis dan nunjuk-nunjuk ke kerudung mungilnya yang waktu itu tergeletak di atas meja. Rupanya dia juga mau ikutan berkerudung karena ada tamu. Subhanallah, Alhamdulillah mudah-mudahan kau akan terus seperti itu Nak, memakainya tanpa ragu sebagai bukti taatmu kepada-Nya. Demikian juga untuk Ibumu ini dan seluruh muslimah di dunia. Amin.

No comments:

Post a Comment