Pagi itu temen-temen di
kelasku heboh khususnya temen-temen cowok. Selidik punya selidik kehebohan
mereka bersumber dari sebuah berita mengejutkan. Yup, Dewi namanya sang idola sekolah juga anggota paskibra di
SMU-ku tercinta. Hari itu dia tampil tidak seperti biasanya…dia berjilbab
saudara-saudara ! Aku juga sampai pangling
dan terbengong-bengong.. kupikir ada
anak baru. Tak ada lagi gerai kemilau rambutnya nampak di mata kami, juga kulit
putih mulusnya yang bisa dilihat dari jarak sekian dan sekian. Yang paling
merasa dirugikan dan kesal tentu saja para cowok…apalagi temen-temen sekelasku.
Pasalnya mereka itu ternyata punya kebiasaan ‘unik’. Kebetulan kelasku dan
kelas Dewi bersebelahan. Ada pintu penghubung di dalam kelas yang menghubungkan
kelasku dan kelasnya..dan seperti kebanyakan pintu pada umumnya, di pintu
penghubung itu ada lubang kunci yang bisa dimanfaatkan temen-temen cowok di
kelasku buat melaksanakan kegiatan ‘unik’ mereka. Ternyata mereka suka ngintip
! dan…Dewi termasuk salah satu korban kejahilan teman-temanku ini...karena Dewi
memakai jilbab, otomatis para cowok juga rada
sungkan godain Dewi…sekitar tahun 1997 waktu itu yang memakai jilbab di
sekolahku masih bisa dihitung dengan jari dan mereka itu orang-orang pilihan
yang tidak diragukan lagi ke-alim-annya…dan
aku, masih sama dengan hampir kebanyakan siswa lainnya. Belum berjilbab !
“ Lalu kamu sendiri
kapan pake jilbab kaya Dewi ? “ deg…pertanyaan sindiran dari salah satu teman
cowok di kelasku.
“ Belum tahu ya…aku ini
orangnya paling gak tahan dengan panas. Nanti kalo aku pake jilbab, keringatku
pasti menetes kemana-mana bahkan mengalir deras mungkin. “ elakku sambil mulai
mikir.
Perkataan temanku yang
mulai menggangu, memaksaku merenungkan ucapannya siang itu. Sampai…sepulang
sekolah aku bertemu Siti, temanku satu SMP yang juga teman satu SMA denganku.
Hanya saja, kelas kami berbeda. Lagi-lagi aku dibuatnya terkejut…ternyata Siti
sudah berjilbab juga !.
“ Lho…kok ? “ “Bukannya
kita janji mau make sama-sama nanti di
kelas tiga ? “
“ Setelah
dipikir-pikir…keputusanku sudah bulat. Memakai jilbab sejak sekarang. Kita kan nggak pernah tahu kapan Allah SWT
memanggil kita. “
Kedua kalinya aku
tersindir…Mungkin ini cara Allah SWT mengingatkanku. Memang, seminggu
sebelumnya Kakak kelasku salah satu pengurus OSIS di SMU-ku meninggal karena
kanker otak. Benar sekali kata temanku tadi bahwa maut itu bisa kapan saja
menjemput, jadi sebisa mungkin sebelum maut itu datang, semua
kewajiban-kewajiban yang Allah perintahkan sudah kita tunaikan.
Sebenarnya saat itu
kewajiban menutup aurat bukan hal yang asing bagiku. Kebetulan kakak kandungku Mas
Miftah semenjak nyantri di Pesantren
Persis Tasikmalaya, setiap kali mudik liburan sekolah, pasti dia tak
henti-henti nyeramahin kami
adik-adiknya termasuk aku mengenai kewajiban muslimah yang satu ini. Banyak
sekali alasanku waktu itu…yang utama memang karena aku ini sangat tidak tahan
udara panas. Kalau udara panas biasanya banjir keringat, bener-bener sangat tidak nyaman. Dalam bayanganku waktu itu,
panas-panas berjilbab pasti nggak
enak banget…ungkep istilah orang
jawa. Kayak mandi sauna gitu deh.
Walau dengan banyak
pertimbangan dan waktu yang ditunda-tunda, Alhamdulillah Allah masih memberiku
kesempatan hidup. Akhirnya kuputuskan mulai berjilbab saat mengawali ajaran
baru di kelas III SMA. Dan ternyata bayanganku bakal lebih kepanasan karena
memakail jilbab, ternyata enggak tuh..justru
adem rasanya.
Dengan pemahaman
memakai jilbab alakadarnya. Berjilbab alias berkerudung kupikir sama saja, itu
pun hanya ke sekolah saja. Tetapi kalau lagi di rumah ketemu tetangga, saudara
jauh, kadang-kadang jilbab kupakai kadang juga tidak. Kupikir itu boleh-boleh
saja alias tidak berdosa. Bahkan kalau kata temenku yang juga berjilbab ke
sekolah, di rumah kalau pas lagi beli bakso sama tukang bakso keliling, dengan
santainya dan wajah tanpa dosa keluar rumah beli bakso tanpa kerudung di
kepala, berpakaian ala kadarnya. “ Tukang baksonya sudah aku anggap mahram, aku
nggak mungkinlah nikah sama dia “ Nah Lho ? sebenarnya pemahamannya setingkat
di atasku, tentang mahram aku malah tidak tahu apa-apa…sayangnya pemahaman
tentang mahram, dia manipulasi.
Itu….dulu…kawan, waktu
aku memahami jilbab sama dengan kerudung. Alhamdulillah, Allah memberiku
kesempatan mengenyam ilmu di bangku kuliahan. Di IPB-ku tercinta, baru kutahu
ternyata jilbab dan kerudung mempunyai arti yang berbeda. Jilbab berasal dari
kata dalam bahasa arab, artinya pakaian yang luas seperti terowongan, tidak
terpotong, tebal, tidak transparan, dipakai muslimah ketika keluar rumah. Jadi
jilbab adalah pakaian terluar muslimah, karena menutupi pakaian yang biasa dipakai
di dalam rumah seperti daster, celana panjang dan kaos, atau rok dan kaos.
Sedangkan kerudung itu bahasa Indonesia, bahasa arabnya adalah khimar. Dipakai untuk menutupi aurat di
atas kepala hingga ke dada. Seperti tercantum di QS. An-Nur : 31, “ Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung “ (TQS. An Nuur :31).
Sedangkan tentang
jilbab silahkan dibuka Al qurannya, lihat QS. Al Ahzab :59 “ Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232]
ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang “ (TQS. Al Ahzab :59).
Jilbab
dan kerudung memang berbeda…tetapi, keduanya sama wajibnya. Jilbab dan kerudung
adalah identitas muslimah yang paling jelas. Mungkin ada di antara anda yang
punya teman berwajah chinesse atau
keturunan bule, kalau sekilas dilihat
mungkin anda menduga dia seorang non muslimah. Tapi, jika dia berjilbab menutup
aurat dengan sempurna pasti semua yakin kalau dia itu muslimah. Tak peduli wajah
bule, Indonesia, melayu, asia bahkan negro sekalipun jika dia berjilbab rapi
dan syar’ie sebagaimana aturan Allah, bisa dipastikan dia seorang muslimah.
Alhamdulillah
dengan berjilbab sempurna, aurat lebih terlindungi dan terjaga. Seringkali
orang-orang di sekitarku bertanya : lulusan pesantren mana Mbak ? agak jengah juga dengan pertanyaan tersebut,
kesannya yang wajib berjilbab itu hanya anak pesantren saja. Tetapi aku anggap
saja, berarti citra pesantren masih terjaga, bahwa pesantren masih diakui
tempatnya orang-orang yang taat agama salah satunya dengan berjilbab dan
berkerudung. Tak jarang juga orang-orang menyapaku dengan sebutan Bu Hajjah,
Alhamdulillah kuaminkan dalam hati semoga Allah SWT berkenan memampukanku
melaksanakannya.
Dengan jilbab seratus
persen (faham secara syar’ie) aku tak khawatir dengan dunia fashion yang mudah
sekali berubah-ubah termasuk juga dunia fashion muslimah, yang terkadang orang
latah mengikuti model atau fashion yang sebenarnya sangat tidak syari’e seperti
fenomena jilbab/kerudung gaul atau gaya hijabers yang sedang marak belakangan
ini. Hal yang juga kusyukuri setelah berjilbab sempurna, aku secara tidak
langsung menjadi contoh bagi putriku yang sejak dini kuajari untuk menutup
aurat. Anak kecil biasanya mudah meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Ada
satu kejadian menarik, waktu itu pintu rumahku diketuk. Suara salam dibalik
pintu sangat jelas menandakan kalau tamuku adalah seorang pria, Bapak Pengurus
RT yang hendak menagih iuran bulanan RT. Kujawab salam si Bapak dengan
buru-buru berjilbab menutupi baju rumahku saat itu dan juga berkerudung. Ternyata
Farras putriku ikutan heboh melihat Umminya
: “ Ummi…dung-dung…” sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. Awalnya aku tidak tahu
apa itu “ dung-dung “ yang ternyata maksudnya kerudung. Sampai nangis dan
nunjuk-nunjuk ke kerudung mungilnya yang waktu itu tergeletak di atas meja.
Rupanya dia juga mau ikutan berkerudung karena ada tamu. Subhanallah,
Alhamdulillah mudah-mudahan kau akan terus seperti itu Nak, memakainya tanpa ragu
sebagai bukti taatmu kepada-Nya. Demikian juga untuk Ibumu ini dan seluruh
muslimah di dunia. Amin.
No comments:
Post a Comment